Thursday, October 05, 2006

REFLECTION

Hari yang cerah, pagi yang indah. Pagi itu aku melihat anak-anak Sekolah Dasar sedang latihan memainkan gitar. Indah sekali dan sangat menyentuh. Permainan gitarku tak seindah mereka ini, meskipun aku sangat menguasai lagu tersebut dan ingin menyanyikannya, tetapi aku tak bisa melakukannya. Untuk menjadi seindah ini tidak cukup hanya berlatih tetapi harus mempunyai pelatih seperti mereka. Gitar bisa membawaku melayang….like a dream I can fly.

Pekerjaan terkadang membuatku jenuh dan capek. Walau terkadang aku menyadari bahwa pekerjaan merupakan suatu Rahmat. Aku mengutipnya dari Jansen Sinamo, Guru Etos Indonesia. Rahmat itu, per defenisi adalah kebaikan yang kita terima tanpa kualifikasi, tanpa syarat. Rahmat tidak dikaitkan dengan prestasi, merit atau kebaikan kita. Dengan kata lain rahmat itu adalah anugerah, berkat, kasih karunia, idop ni uhur kata orang Simalungun. Kata Jansen lagi, hanya Tuhan lah yang mampu memberikan rahmat yang paripurna.Rahmat itu ternyata ada macam-macamnya. Ada rahmat umum, yakni rahmat yang semua orang mendapatkan dan menikmatinya. Udara, sinar matahari, hujan, bahasa ibu yang secara otomatis kita kuasai sejak kecil, dan sebagainya.Ada juga rahmat khusus yakni rahmat yang secara istimewa didapatkan seseorang dan orang lain tidak. Misalnya orang Batak dianugerahi Danau Toba yang luas dan cantik sehingga ketika orang bertanya tentang kampung halamannya maka ia bisa cepat bilang, kira-kira satu jam dari Danau Toba.
Rahmat khusus ini bisa dalam berbagai bentuk. Semisal, rahmat yang bersifat serendipitas yakni menemukan atau memperoleh sesuatu yang bernilai tanpa mencarinya. Contoh klasik adalah penemuan Amerika oleh Columbus. IA sebenarnya tidak berniat menemukan benua itu. Ia cuma ingin mencari jalur baru ke India. Tetapi ia gagal dan malah mendapat 'ganjaran' sebuah benua raksasa. Rahmat serendipitas.
Rahmat khusus lain adalah rahmat yang muncul tak terduga-duga, koinsidensial, kebetulan. Jansen menulis, "Terjadinya dua peristiwa secara bersamaan tak ada yang mengaturnya namun setangkup saling memenuhi." Misalnya, pada sautu saat kita sedang benar-benar membutuhkan pertolongan si X. Tanpa kita duga-duga, si X menelepon dan kemudian muncul di hadapan kita. Sebuah rahmat yang tak terduga, bukan?
Selain itu juga ada Rahmat terselubung yaitu rahmat yang datang dari berbagai kecelakaan. Misalnya, dalam kisah Titanic diceritakan ada satu keluarga di Inggris yang merencanakan liburan ke Amerika menumpang kapal itu. Namun beberapa hari sebelum berangkat, anak mereka digigit anjing dan positif kena rabies menyebabkan mereka batal berlayar. Beruntung bukan? Dibalik batalnya mereka berangkat, mereka terhindar dari maut. Blessing in disguised.Penjelasan tentang Rahmat tadi, adalah bagian dari penuturan Jansen tentang salah satu dari delapan Etos kerja profesional, yakni Etos 1: Kerja adalah rahmat. Menurut Jansen, jika seorang profesional ingin sukses, jika sebuah korporasi ingin membangun keberhasilan yang sejati, etos semacam itu harus di bangun pada tiap insan, yakni Kerja adalah rahmat. Dengan menempatkan kerja sebagai rahmat, bahwa pekerjaan adalah juga dianugerahkan oleh Tuhan karena kita yakin Dia yang selalu memelihara dan bersama kita, maka seseorang akan mengejawantahkannya dalam hidup berupa tekad 'Aku bekerja tulus penuh syukur.'Anda, sama seperti saya, awalnya pasti akan mentertawakan pernyataan, bahwa 'kerja adalah rahmat Tuhan.' Yang benar saja. Kita kan harus berjuang mati-matian mengalahkan saingan lain ketika dites untuk bekerja di sebuah perusahaan? Masa' sih itu anugerah? Diberi secara cuma-cuma oleh Tuhan? Ada lima alasan mengapa kita menganggap pekerjaan adalah rahmat.
Pertama, karena dengan pekerjaan lah Dia memelihara kita. Dengan bekerja lah kita dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga. Dan itu adalah jalanNya menafkahi kita, bila kita percaya semua yang ada adalah milikNya. Masuk akal, bukan?
Kedua, dengan bekerja orang tidak hanya dipenuhi kebutuhan jasmaniahnya. Ia bergaul, berinteraksi dan merasa jadi manusia seutuh-utuhnya. Jadi insan mulia. Ini tak pernah kita dapatkan karena usaha kita, melainkan ia adalah anugerah. Anugerah atau rahmat yang menyatu dalam sebuah pekerjaan yang kita peroleh.
Ketiga, talenta atau bakat yang kita miliki, yang kita katakan sebagai rahmat khusus, datangnya dari Dia. Dan dengan talenta itu lah kita bekerja. Maka, bukankah itu berarti pekerjaan yang kita dapatkan berkat talenta itu, adalah sebuah rahmat juga?
Keempat, bahan baku yang kita olah dalam pekerjaan kita, semuanya tersedia karena rahmat.
Kelima, interaksi kita kepada banyak orang memberi kita identitas sekaligus komunitas. Ini adalah anugerah yang tidak kita dapatkan karena kekuatan kita melainkan anugerah yang tersedia dengan sendirinya karena kita bekerja.
Keistimewaan buku ini adalah bagaimana Jansen mencontohkan bagaimana ia menjelaskan
Etos 1: Kerja adalah Rahmat itu, ia teruskan hingga mencakup tujuh Etos lainnya. Yakni:
Etos 2: Kerja adalah Amanah; Aku bekerja penuh tanggung jawab.
Etos 3: Kerja adalah Panggilan; Aku bekerja tuntas penuh integritas.
Etos 4: Kerja adalah Aktualisasi; Aku bekerja penuh semangat
Etos 5: Kerja adalah Ibadah; Aku bekerja serius penuh kecintaan.
Etos 6: Kerja adalah Seni; Aku bekerja cerdas penuh kreativitas
Etos 7: Kerja adalah Kehormatan; Aku bekerja tekun penuh keunggulan.
Etos 8: Kerja adalah Pelayanan; Aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home